![]() |
Wikipedia.com |
Kartini,
sosok perempuan tangguh yang tidak mau kalah dengan keadaan yang membelenggunya,
kiranya kini sudah menjadi sumber inspirasi bagi kaum perempuan Indonesia. Pada
jamannya, seorang Kartini selain harus menurut dan tidak boleh membantah
kata-kata ayahnya, juga merupakan perempuan yang tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya
ia dapatkan. Dan karena kemauan kerasnya untuk mengenyam bangku sekolah, kini ia
menjadi Pahlawan atas kesetaraan gender yang ia perjuangkan pada masanya.
Kaum perempuan yang dulunya
hanya berada di dapur, tidak memiliki hak suara, dan juga tidak dapat merasakan
indahnya pendidikan, kini berbanding terbalik dengan nasib perempuan saat ini
berkat perjuangan Kartini. Namun, image dan anggapan miring tentang perempuan
yang harus dan hanya berada di dapur masih terngiang di telinga kaum perempuan
sekali pun diskusi-diskusi soal kesetaraan gender sudah dibuka diberbagai
tempat, seperti dikalangan akademis atau juga dikalangan umum.
Dan demi memperingati perjuangan
Kartini, Kamis (18/4) di Student center lantai 1 STAIN Kediri Korps HMI wati
(KOHATI) mengadakan diskusi khusus soal perempuan. Diskusi yang pada dasarnya
dilaksanakan setiap minggu ini sengaja mengangkat tema ‘Perempuan sebagai
ujung tombak pendidikan’ sebagai refleksi keadaan perempuan saat ini. “Selain
memperingati hari Kartini, diskusi ini juga sebagai bekal para perempuan untuk sadar
akan peran dan fungsinya sebagai ujung tombak pendidikan” ungkap Ike, ketua
bidang pemberdayaan perempuan HMI Komisariat Tarbiyah.
Diskusi yang diisi oleh Ibu
Prima Ayu R. M, M.Si, selaku pemateri dan juga dosen KI STAIN Kediri ini
membahas tentang seorang perempuan hendaknya bisa menempatkan diri dan tau
bagaimana ia bersikap di tempat yang berbeda. Selain itu perempuan juga sebagai
pencetak generasi bangsa yang kokoh, tangguh, dan cerdas. “Perempuan sebagai
ibu rumah tangga, merupakan pendidik pertama bagi seorang anak. Jadi, sebagai
pendidik seorang perempuan juga harus mendapatkan pendidikan” tutur
pemateri dalam pembahasannya.
Diskusi yang diikuti sekitar 15
orang ini cukup menarik karena para peserta bisa menanggapi penjelasan pemateri
dengan beberapa pertanyaan. Peserta yang hadir pun tidak hanya dari kalangan
perempuan, akan tetapi ada beberapa lelaki yang ikut serta, meskipun pembahasan
diskusi adalah tentang perempuan. Selain membahas tentang perempuan dan
pendidikan, pemateri juga menyinggung tentang masalah organisasi, mengingat
organisasi adalah wadah yang baik dan tepat untuk mahasiswi yang belajar
bagaimana bersosialisasi dengan baik.
Memeringati Hari Kartini bisa dilakukan
oleh siapapun dan dengan agenda bagaimanapun. Namun kiranya, peringatan ini janganlah
dijadikan agenda tahunan tanpa membahas esensi yang sebenarnya. Sudah benarkah
posisi seorang perempuan saat ini seperti yang diharapkan oleh Kartini?
Pertanyaan itulah yang harusnya dijadikan landasan dalamrefleksi peringatan
hari Kartini.
“Yang penting konkrit lah
tujuannya, jangan malah sebagai hari Batik atau hari Kebaya Nasional. Kita
perlu tau siapa Kartini dan bagaimana perjuangannya dimasa pergerakan nasional”
ungkap salah satupeserta yang enggan
menjawab saat ditanya namanya. (Nif/Del/Ndi) (Edt : TIW)
wah wah wah...
ReplyDeleteluar biasa banget tulisannya...
http://elmakrufi.blogspot.com/