![]() |
Mentari Pagi di kampus UNHI Jangan Seperti Lidi yang Berserakan |
Salam resmi Bali berujar menyambut kami, para insan Pers Mahasiswa Indonesia yang bertandang barang tiga hari di kampus UNHI (Universitas Hindu Indonesia). Tiga hari tiga petang berlanjut malam, Bali menyambut memanjakan kami dalam sebuah misi tiup lilin yang ke-20 tahun PPMI bergema. Mengagungkan nama PPMI dengan eksotisme yang sangat masyuk di hati pegiat Pers Mahasiswa. Semua mencondongkan pena di Pulau Dewata. Pulau Hindu. Pulau penuh seni yang tidak pernah mati di mata dunia. Sudah tentu, perjalanan mahasiswa dari berbagai pulau di Indonesia terbayar sudah di pulau kebanggaan Indonesia tersebut.
PPMI sudah berumur XX atau 20 tahun, pastilah gemah ripahnya digenggam erat para wartawan muda tanpa ongkos dengan segala kebahagiaan. Keadaan PPMI memang semakin meningkat pesat dengan menjamurnya LPM-LPM baru yang mulai menggandengkan tangan di organisasi Nasional ini. Sehingga sudah bukan lagi masalah pelik abu-abu antara hitam dan putih seperti dahulu untuk melejitkan karya sebagai wartawan tanpa bayaran. Sabang sampai Merauke sudah menunjukkan wajah saat ini untuk memeluk PPMI sebagai prioratas wadah pers yang penuh gencatan mangagumkan.
20 tahun berjalan menapaki masa-masa yang beraneka, isu yang beragam dan metode yang tidak kalah berani, membuat PPMI terus berjaya. Senada dengan pengalaman manusia proletar yang menyebut diri sebagai “manusia biasa” yang plural, yang berbaur langsung dengan dinamika masyarakat untuk mengubah nasib manusia proletar menjadi kaum berada di alam Nusantara. Agaknya manusia proletar memang menjadi titik puncak keberhasilan jika masing-masing mampu membangun bahtera kehidupan yang layak sebagai kasta yang tidak dibeda-bedakan dalam wajah negeri maritim ini.
400 mahasiswa lebih, mengunujungi Bali guna menyambut pertambahan usia PPMI. bisa dibilang membludak atau menggelembung untuk para mahasiswa yang datang. Menjadikan prediksi panitia Dewan Kota Bali (yang mengurusi berjalannya Dies Natalis PPMI XX Bali) kewalahan sekaligus bangga karena partisipan pers mahasiswa menyambut Bali sebagai sanggar sementara, sangatlah antusias. Bukti nyata PPMI mulai melebarkan sayap untuk mengepak lebih tinggi dalam perjuangan melawan pelik nusantara dengan tinta-tinta emasnya. Bisa dikatakan sebuah organisasi yang mulia tanpa mengundang huru-hara di tanah garuda.
“Wahai persma Indonesia berjuanglah dengan pena. Wahai persma Indonesia berjuanglah dengan karya”. Begitulah sebagian bunyi jingle persma yang bergema di pelataran kampus UNHI tempat kami menjajal kebersamaan sebagai organ dewasa mahasiswa. Memuncak pada satu titik temu di sekitaran kampus UNHI Denpasar Bali. Semua terlihat senang dan segan, mungkin bertukar nomor handpone atau sekedar ngobrol di rerumputan kampus yang halus dan hijau. Tanpa melepas identitas sebagai kesatria muda media di Indonesia. Pers Mahasiswa.
Benar kata Mas Citra (direktur Krisna Institut) bahwa titik puncak perjuangan pers mahasiswa bukanlah menyia-nyiakan nyawa sebagai langkah perjuangan (orang-orang yang mati berdemo di jalan). Karena tinta kita masih ingin berlari melintasi jalan. Tanpa bunyi tapi bernyanyi, tanpa gerak tapi berontak, tanpa aksi tapi menghajar pemerintah nakal atau yang semacamnya. Setidaknya pena ku, pena mu, dan pena mereka sudah bisa menggulingkan rezim dedengkot yang karam di bawah lentera kebijakkan. Kita harus bersatu : jangan sampai pers mahasiswa berserak seperti lidi-lidi yang akan memukul pantat masing-masing, karena satu sapu yang beranggotakan lidi-lidi akan membersihkan Negeri dari musuh. Musuh paling berkuasa sekalipun. Begitulah pesan Mas Citra sebagai salah satu pemateri seminar nasional.
Agenda demi agenda dies natalis berlangsung lancar walau kadang protes-protes beriringan dengan forum yang di handle langsung oleh SEKJEN NASIONAL, BP NASIONAL dan SEKJEN KOTA sampai LPM Se-INDONESIA di sebuah aula lebar dan dingin. Semua agenda seperti dibelai taman-taman asri kampus UNHI (Universitas Hindu Indonesia) sampai larut malam. Bebauan rokok yang tersulut dari gapitan mulut mahasiswa-mahasiwa membumbung mengakui atau tidak mengakui kebaikan Badan Pekerja (BP) Nasional yang sudah berbaik hati mengelola PPMI untuk lebih maju. Semua terangkum dalam LPJ Nasional yang terselenggara saat itu juga.
Prahara-prahara tercurahkan. Unek-unek masing-masing LPM atau masalah nasional bisa dishare kan dalam forum. Seperti salah satu Dewan Kota (DK) Mataram yang kehilangan sekjennya, sampai ketidakhadiran BP Litbang dalam pelatihan jurnalistik. Semua dijawab dengan semi perbaikan untuk melangkah menyatukan tekad bersama tanpa memihak dan mempersalahkan sebuah kesalahan menjadi kedongkolan berlanjut, terlebih mengurai emosi. Hidup guyub dan rukun adalah jalan PPMI. Peradabannya memang menerapkan kesatuan yang harus diemban masing-masing awak.
Rasa persatuan itu menggumpal dari 15 sampai 17 Pebruari untuk memahat seni di peradaban Hindu Pulau Dewata. Mengukir kenangan manis dalam bentuk Arca yang menjaga tali silaturahmi kawan-kawan yang merelakan diri membawa badan menuju Bali. Tempat termashur di Indonesia dan dipandang baik oleh internasional itu. Mungkin sebuah kebanggaan tersendiri bisa berada di Bali. Termasuk kebersamaan isu nasional yang sudah direncanakan saat MUKERNAS (Musyawarah Kerja Nasional) di Surabaya : ISU LINGKUNGAN.
Isu lingkungan Indonesia memang pantas untuk disikapi lebih intens, karena keberadaannya terkadang membawa kemunduran bangsa yang sangat signifikan pada kasta terendah dunia. Pastilah tidak ada yang mau jika Negara dicap sebagai Negara kumuh dan amburadul dari segi lingkungan. Sebut saja Bali yang sudah dipandang baik oleh internasinonal sebagai jejak travel paling wajib para bangsa-bangsa dalam maupun luar negeri untuk pariwisata. Sangat tidak lucu jika lingkungannya kurang memadai.
Bali membutuhkan lingkungan yang ‘harus’ bersih sebagai wadah pariwisata dunia. Sehingga tidaklah pantas mengaku pers mahasiswa yang kritis jika membiarkan sampah-sampah berserak di sekitaran wisata-wisata ternama Bali. Untuk melayani isu tersebut, DK Bali mengajak para PPMI menuju pantai Sanur yang notabene mulai terdapat sampah yang berkeliaran disana-sini. Masing-masing anggota DK pun berjibaku membagi tugas mengumpulkan sampah-sampah liar itu untuk dimusnahkan sebentang dari sampah-sampah yang mengotori bibir-bibir pantai. Walau sih, banyak juga yang datang bertandang di sekitaran pantai untuk menguji wajah di depan kamera, lalu melupakan niat sebegai sukarelawan sampah muda barang sebentar saja.
Eksotisme Bali memang seharusnya memiliki lingkungan yang bersih dan indah, bahkan kalau bisa indah yang paling indah. Harapannya, wisata Bali tetap menjadi daya tarik paling mengagumkan. Membanggakan bangsa Indonesia yang punya mutiara emas yang tidak kalah manis dengan wahana internasional seperti pulau Hawai. Itulah mengapa Bali merupakan istri pulau Hawai yang sama-sama indah, sama-sama menakjubkan dan sama-sama berkarisma. PPMI bertindak.
Pesan untuk PPMI yang sedang dirundung hijau-putih-merah-hitam-kuning

Om Santy-Santy-Santy SALAM PERS MAHASISWA INDONESIA.
No comments: