ads

Berita

Laporan Utama

Opini

Editorial

Artikel

Liputan Khusus

MERAH, KUNING, HIJAU MUSIK REGGAE


Musik telah menjadi akses khusus dan paling tepat untuk menyuarakan kehidupan sosial. Sistem pemerintahan yang bobrok, kebebasan yang dikekang, realitas yang tak sesuai dan hal-hal lain yang menyangkut kehidupan sosial. Yang membedakan dari musik hanyalah batasan genre (jenis) dan cara pembawaannya, meskipun intinya sama yaitu untuk menyuarakan sesuatu yang tak bisa ter
suarakan sebelumnya. Musik pulalah yang menyatukan. Ada satu inti yang terlihat dari setiap musik. Semuanya berakar dari melodi bebas seperti blues. Tak jarang banyak musisi yang memakai melodi-melodi sarkastik yang cukup sulit dimainkan. Itu semua melodi bebas dan menunjukkan kebebasan.

BOB MARLEY (photo courtesy : Google.com)

Seperti halnya reggae.

Bob Marley memainkan irama dari musik jenis ini dan kadangkala, musik ini dijadikan musik spesial dari Jamaika. Padahal, kalau bisa ditarik garis utama, yang disampaikan adalah perihal kebebasan. Dari musik itulah gerakan rastafari tercetus. Yang pertama kali menyebarkan tentu saja Bob Marley. Dan inti gerakan rastafari adalah seperti yang ditulis dalam wikipedia seperti ini:

Nama Rastafari berasal dari Ras Täfäri, nama Haile Selassie I sebelum ia dinobatkan menjadi kaisar. Gerakan ini muncul di Jamaika di antara kaum kulit hitam kelas pekerja dan petani pada awal tahun 1930-an, yang berasal dari suatu penafsiran terhadap nubuat Alkitab, aspirasi sosial dan politik kulit hitam, dan ajaran nabi mereka, seorang penerbit dan organisator Jamaika kulit hitam, Marcus Garvey, yang visi politik dan budayanya ikut menolong menciptakan suatu pandangan dunia yang baru. Gerakan ini kadang-kadang disebut “Rastafarianisme”; namun hal ini dianggap tidak pantas dan menyinggung perasaan banyak kaum Rasta.

Kalau mendengar kata-kata reggae, yang pertama kali diingat hanya gimbal. Setelah gimbal, lalu ganja. Setelah ganja, barulah santai. Sebenarnya, ini bukan pemahaman yang benar-benar seperti itu. Itu hanya suatu nilai materil dari reggae. Yang seharusnya disorot dari reggae adalah muatan sosial dan muatan pembebasan yang tinggi.

Kemungkinan yang bisa disimpulkan adalah, dulu ketika musik ini menyebar, tujuannya hanyalah satu yaitu, menyuarakan hak-hak atas kaum pekerja kasar dari kalangan kulit hitam. Banyak sekali kejahatan sosial yang menyerang kaum kulit hitam, pekerja kasar, dan petani kulit hitam. Bob Marley yang notabene adalah kaum kulit hitam, akhirnya harus menyuarakan hal tersebut. Hak-hak kaum kulit hitam sebagai manusia, telah terampas. Padahal, hak asasi manusia berlaku untuk siapapun. Dan akhirnya, bagi yang sering mendengar musik Bob Marley, pastilah mengerti esensi dari lirik-lirik lagu yang disampaikan oleh Bob Marley.

Bagaimana tidak menyuarakan kebebasan? Beberapa lagu Bob Marley memang menyiratkan hal tersebut. Tidak sekedar gondrong atau memakai ganja. Sekali lagi, saya katakan bahwa itu semua hanya nilai materil yang kadang disalahkan oleh beberapa pihak. Reggae dengan esensi yang sebenarnya ya seperti itulah. Seperti Steven and Coconut Treez yang juga banyak membuat lirik bertemakan sosial. Itulah yang mengerti reggae.

Reggae dan Rambut gimbal, mungkin menjadi salah satu pilihan para pemuda saat ini dalam mengekspresikan kegiatan bermusik (dengan kata lain genre yg di pilih). Reggae saat ini sedang sangat banyak di gemari oleh masyarakat Indonesia. Bisa kita lihat di kota kediri telah banyak muncul anak-anak sccotter yang sangat menikmati musik ini, sama halnya dengan kampus STAIN ini yang mengadakan concert reggae dalam rangka perayaan ulang tahun Dema (Dewan Eksekutif Mahasiswa) tahun ini yang dilaksanakan pada tanggal 29 Desember 2012 kemarin. Hal ini menarik banyak rastafarian (penggemar reggae) yang ingin menyaksikannya.

Akan tetapi, bagaimana dengan pendapat orang tua mereka (anak-anak band reggae)?Salah satu jawabannya adalah reggae itu lusuh, identik dengan hal-hal negatif seperti ganja, mabuk dan sebagainya. Akan tetapi,beberapa orang tua yang mulai sadar bahwasanya reggae itu tidak selamanya berhubungan dengan hal-hal negatif, ini adalah pengaruh dari media, dimana berbagai komunitas seperti Reggae Indonesia mengulas tentang reggae dan hal-hal positif di dalamnya sehingga musik reggae mampu di terima oleh masyarakat. Sekarang bagaimana caranya kita memberikan / menunjukan bahwasanya anak-anak reggae itu tidak seperti yang nampak di kacamat orang-orang tua, yang terlihat negatif dan tidak layak untuk generasi penerus (remaja).

Pada intinya, reggae dan rastafarian (penggemar reggae) bisa dibilang punya arah yang sama. Membawa pesan kasih sayang dan perdamaian, bukan sekedar berambut gimbal atau tampil berantakan. Tak kenal maka tak sayang. Itulah jeritan hati pecinta reggae sejati. Kebebasan yang mereka inginkan, bukanlah kebebasan tanpa batas lewat pengaruh daun ganja. (AHB/TBI/I)

Mengenal Supremasi Hukum di Indonesia

Maraknya dugaan tentang pelanggaran hakim dan aparat pengadilan terhadap Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Latar belakang inilah membuat Senat Mahasiswa STAIN mengadakan seminar nasional tentang hukum di indonesia.

photo taken by TIW
Kediri, 6 Desember 2012 Senat mahasiswa (SEMA) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) melaksanakan agenda Seminar Nasional yang merupakan program dari SEMA komisi A. Seminar nasional yang bertema “Supremasi Hukum Menuju Indonesia Bermartabat” membahas hukum, bagaimana hukum itu dibuat, dan pelanggaran yang banyak terekspos di media akhir-akhir ini. Acara tersebut dilaksanakan di Auditorium lantai 4 STAIN Kediri. Seminar yang menghadirkan langsung wakil komisi yudisial RI Imam Anshori Soleh, S.H, S,Hum berlangsung secara lancar, walaupun sedikit terlambat kedatangannya dikarenakan mengisi kuliah tamu di Universitas lain.

Selain pemateri dari komisi yudisial juga menghadirkan Sholahudin wakil ketua DPRD kota kediri sebagai pembanding. Sholahudin merupakan pengganti dari bapak Robikin, pembanding yang berhalangan hadir karena ada agenda lain, “3 hari sebelum hari H mengundurkan diri karena ada agenda di Mahkamah Konstitusi.” terang Arif selaku ketua panitia seminar.

Acara yang dihadiri sekitar 200 mahasiswa ini pun tak hanya datang dari STAIN saja melainkan juga dari Universitas Kadiri (UNISKA) dan IAI Tribakti. Tidak banyak memang tapi cukup memenuhi ruang auditorium. (pendapat dari peserta)

Seminar yang mengusung tema Supremasi hukum ini pun membahas tentang seluk beluk hukum di Indonesia. Mulai dari kronologis hukum indonesia sekarang, yang masih terpengaruhi oleh hukum kala masih indonesia terjajah. Pemateri juga banyak menyampaikan hal tentang pembuatan peraturan daerah (PERDA) tidak murni dari kepentingan masyarakat akan tetapi lebih pada kepentingan individu kelompok untuk menjaga kekuasaan mereka.

Melihat permasalahan hukum indonesia saat ini, hukum yang lemah dan hakim sebagai penegak hukum melakukan perilaku “nakal”. Banyak sudah pelanggaran yang terjadi. Kondisi ini mendorong SEMA mengadakan seminar nasional tentang hukum. Dengan mendatangkan langsung dari komisi yudisial supaya permasalahan yang sedang melanda hukum negeri ini lebih jelas. “Mendatangkan langsung dari pusat karena orang dari pusatlah yang lebih jelas tentang permasalahan ini” terang ketua panitia.

 Bapak Imam Ansori Soleh juga membeberkan tugas dan kewenangan lembaga komisi yudisial. Lembaga yang terbentuk berdasarkan UU no 22 tahun 2004 berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan calom hakim. Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. “tugas dan wewenang komisi yudisial yaitu mengawasi perilaku hakim dari eksternal ... memang sudah ada hakim pengawas untuk mengawasi hakim. Tapi hakim pengawas masih internal, ada kemungkinan jika ada hakim melakukan pelanggaran hakim pengawas melindunginya karena solidaritas nya masih tinggi di tingkat internal” tutur bapak Imam Anshori Sholeh wakil komisi yudisial periode 2010-2015.

Seminar ini memberikan pengetahuan akan kekuasaan hukum. Hukum yang harus ditaati oleh setiap manusia. Akan tetapi banyaknya pelanggaran yang terjadi menunjukkan bahwa hukum tidak lagi suprem.

photo taken by DEN


Harapan dari bapak Imam anshori soleh dan juga panitia penyelenggara terselenggarakan seminar ini supaya para mahasiswa sadar hukum dan juga bisa mengaplikasikannya pada ranah yang lebih luas, lingkungan masyarakat. Mahasiswa sebagai agent perubahan, ialah sarana strategis untuk mensosialisasikan hukum-hukum negara yang dewasa ini mengalami banyak degradasi.
Den/TIW/Mgr /TBI /III

Perdamaian Dilakukan, Keindahan yang Didapatkan

Kediri- Silaturrahim rutinan jum’at kliwon yang diadakan oleh paguyuban antara umat beragama bertempat di kampus STAIN Kediri. Bukan hanya agama Islam saja namun agama Kristen, katolik, budha, konghucu, dan penganut keyakinanpun ikut andil dalam kerukunan antara umat beragama yang diselenggarakan pada tanggal 07 desember 2012.

Acara tersebut dimulai jam 19.30 WIB semua kalangan agama-agama yang ada di Kediri semua tokoh beragama hadir dan sharing beberapa problema yang terjadi di kota ini. Dilanjutkan pembukaan pada jam 20.30 WIB sambutan dari shohibul bait oleh bapak Subakir yang menyampaikan beberapa kekurangan yang terjadi dalam acara tersebut. Dalam sambutannya bapak ketua STAIN Kediri memaparkan bahwa acara ini diadakan untuk menjaga kerukunan antara umat beragama khususnya kota kediri dan bisa menciptakan kota kediri yang aman tidak ada problema antara umat beragama di kota kediri.

Kemudian sambutan di lanjutkan oleh ketua paguyuban kota kediri dan seluruh tokoh beragam agama. Lalu sambutan dari ketua forum pembangunan kebangsaan kota jombang dan seluruh kalangan agama yang ada di kota jombang. Jarak bukanlah problem buat forum pembangunan kebangsaan kota jombang untuk mengetahui beberapa informasi yang terdapat dalam acara paguyuban antara umat beragama kota kediri, “setidaknya bisa mengiplementasikannya kemasyarakat jombang sendiri” tutur ketuka forum pembangunan kebangsaan Jombang dalam sambutannya.

Perdmaian (Photo : Google)
Selanjutnya sambutan oleh bapak wakil wali kota kediri, “Rentan pecah belah dan mudah diadu domba ketika antara umat beragama sudah mengedepankan egoismenya untuk menyelesaikan suatu masalah dalam negri ini, bukan hanya kerukunan yang terjalin ketika antara umat beragama saling menghormati satu sama lain namun pertumbuhan ekonomi kota kediri juga merata, sehingga sedikit angka kemiskinan yang ada di kota ini ”ujar bapak wakil wali kota kediri. bapak kepala polres kota kediri dan acara yang terakhir adalah penutup acara serta berjabat tangan untuk mempererat tali silaturrahin antara umat beragama.

Berbagai mahasiswa dari beberapa jurusan yang ada di STAIN Kediri juga ikut berpartisipasi memeriahkan acara itu, namun sebagian banyak dihadiri oleh mahasiswa jurusan perbandingan agama.  “Acara ini sangatlah penting buat kita sebagai remaja islam sehingga kita bisa memperkuat silaturrahim antara umat beragama dan memperkokoh hubungan ukhuah islamiyah kita”, paparan dari mahfud mahasiswa perbandingan agama.

Dengan diadakannya acara seperti ini kita bisa mengetahui dan tidak menganggap kita sebagai umat yang paling benar dan umat-umat yang lain salah.

Anw/TBI/III

DeDIKASI Pers Crew

LPM, DEDIKASI, PPMI, STAIN Kediri,

DeDIKASI Pers Crew





Top